Selasa, 16 Desember 2008

PENGOPERASIAN BANDAR UDARA

Fungsi bandara merupakan tempat lepas landas, mendarat pesawat udara, dan pergerakan di darat pesawat udara. Disamping itu Bandar udara merupakan simpul dari system transportasi udara. Perencanaan, pembangunanan dan pengoperasian suatu Bandar udara harus memenuhi ketentuan keselamatan penerbangan yang secara internasional tercantum dalam Annex 14 Convention on International Civil Aviation (Vol I : Aerodrome dan Vol II : Heliport). Ketentuan ini diadopsi dalam ketentuan nasional berupa Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Operasi Bandar Udara dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara terkait lainnya.

Pengoperasian Bandar udara sesuai ketentuan keselamatan penerbangan dimaksudkan untuk menjamin keselamatan pengoperasian pesawat udara di Bandar udara. Berkaitan dengan hal tersebut, Penyelenggara Bandar udara mempunyai kewajiban, sesuai ketentuan dalam CASR (Civil Aviation Safety Regulation) 139 : Aerodrome, yaitu :

  1. Memenuhi standar dan ketentuan terkait pengoperasian Bandar udara, termasuk arahan Ditjen Pehubungan Udara yang disampaikan secara tertulis;
  2. Mempekerjakan personil pengoperasian Bandar udara yang memiliki kualifikasi/ kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam umlah yang memadai;
  3. Menjamin Bandar udara (aerodrome) dioperasikan dan dipelihara dengan tingkat perhatian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  4. Mengoperasikan dan memelihara Bandar udara sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam Aerodrome Manual.

Ditjen Perhubungan Udara melakukan pembinaan dalam pengoperasian Bandar udara berupa penerbitan Sertifikat Operasi Bandar Udara bagi Bandar udara yang telah memenuhi kewajiban tersebut di atas, serta melakukan pengawasan berupa audit atau inspeksi secara berkala.

Secara luas termasuk dalam pengertian Bandar udara (aerodrome) adalah heliport (tempat atau struktur yang digunakan untuk lepas landas, mendarat dan pergerakan di darat helicopter).

Penyelenggara Bandar Udara, antara lain adalah Badan Usaha Kebandarudaraan (PT. Angkasa Pura I dan II), Ditjen Perhubungan Udara (Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perhubungan Udara), Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/ Kota, serta Badan Hukum Indonesia.

A. STANDAR DAN KETENTUAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA

Standar dan ketentuan berkaitan dengan pengoperasian bandar udara, termasuk pengoperasian heliport, yaitu:

  1. Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
  2. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
  3. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan;
  4. Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar Udara;
  5. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/XI/1985 tentang Peraturan Tata Tertib Bandara;
  6. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/13/II/1990 tentang Standar Rambu Terminal Bandar Udara;
  7. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/21/I/1995 tentang Standar Sistem Pemanduan Parkir Pesawat Udara (Aircraft Docking Guidance System/ ADGS)
  8. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/04/I/1997 tentang Sertifikasi Kecakapan Pemandu Parkir Pesawat Udara, Sertifikasi Operator Garbarata dan Sertifikasi Kecakapan Operator Peralatan Pelayanan Darat Pesawat Udara.
  9. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/130/VI/1997 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Helideck.
  10. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/94/IV/1998 tentang Persyaratan Teknis dan Operasional Fasilitas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadan Kebakaran;
  11. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/57/IV/1999 tentang Pemindahan Pesawat Udara Yang Rusak di Bandar Udara;
  12. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/112/VI/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Elevated Heliport;
  13. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/140/VI/1999 tentang Prosedur Kendaraan Darat dan Pergerakannya Di Sisi Udara;
  14. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/262/X/1999 tentang Persyaratan Standar Teknis dan Operasional Surface Level Heliport;
  15. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/345/XII/1999 tentangSertifikat Kecakapan Petugas dan Teknisi Perawatan Kendaraan PKP-PK serta Petugas Salvage;
  16. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment);
  17. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/11/2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Pesawat Udara di Bandar Udara;
  18. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
  19. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/28/IV/2003 tentang Sertifikat Kecakapan Pelayanan Pendaratan Helikopter (Helicopter Landing Officer/ HLO);
  20. Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/76/VI/2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan No. 47 Tahun 2002 tentang Sertiikasi Operasi Bandara.

B. PERSONIL PENGOPERASIAN BANDAR UDARA

Setiap penyelenggara bandara wajib mempekerjakan personil pengoperasian bandar udara yang memiliki kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kualifikasi dan kompetensi personil pengoperasian bandar udara dibuktikan dengan Sertifikat Tanda Kecakapan Personil (STKP/SKP) yang masih berlaku. STKP/ SKP ini harus dibawa setiap menjalankan kegiatannya dan dapat diunjukkan setiap kali dilakukan inspeksi.

  1. STKP/ SKP pengoperasian bandar udara, termasuk heliport yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara antara lain:
  2. STKP Operator Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);
  3. STKP Pemandu Parkir Pesawat Udara (Marshalling);
  4. STKP Apron Movement Controller;
  5. STKP Helicopter Landing Officer.

Untuk mendapatkan STKP/ SKP, seseorang harus mengikuti diklat, sesuai dengan kompetensi yang ingin dimiliki, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Perhubungan Udara di seluruh Indonesia, Ditjen Perhubungan Udara atau Badan Hukum Indonesia yang telah mendapatkan otorisasi untuk menyelenggarakan Diklat yang dikeluarkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Setelah mengikuti Diklat, seseorang harus diuji kompetensi dan ketrampilannya oleh Tim Ditjen Perhubungan Udara. Bagi peserta yang memenuhi syarat akan diterbitkan STKP/SKP.

Persyaratan untuk mendapatkan STKP/SKP sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait.

C. PERALATAN DAN FASILITAS BANDAR UDARA

Setiap peralatan dan fasilitas yang dioperasikan pada bandar udara harus dipelihara sehingga memenuhi standar yang berlaku. Inspeksi terhadap bandara/ aerodrome untuk memastikan bahwa bandara/ aerodrome dapat melayani pesawat udara dengan selamat, terutama pada keadaan :

  1. Setelah terjadi angin kencang, badai dan cuaca buruk lainnya;
  2. Segera setelah terjadinya kecelakaan atau insiden pesawat udara di aerodrome;
  3. Saat diminta oleh Ditjen Perhubungan Udara.

Adapun yang dimaksud dengan peralatan dan fasilitas bandar udara adalah:

  1. Fasilitas pergerakan pesawat udara, antara lain landas pacu (runway), jalan penghubung landas pacu (taxiway), dan apron;
  2. Alat bantu visual di bandara/ aerodrome, antara lain marka, rambu dan tanda yang ada di runway, taxiway dan apron;
  3. Alat bantu visual berupa lampu di aerodrome dan sekitarnya termasuk lampu untuk halangan (obstacle) yang ada di sekitar bandara (aerodrome).

Untuk menunjang pelayanan pesawat udara di darat, pada beberapa bandara tersedia peralatan penunjang operasi darat pesawat udara (ground support equipment/ GSE). Setiap jenis peralatan yang dioperasikan harus sesuai peruntukannya dan wajib memenui persyaratan teknis dan spesifikasi fungsionalnya yang dibuktikan dengan Sertifikat Kelaikan Operasi yang diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Udara. Jenis peralatan dan persyaratan sertifikat kelaikan operasi diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/75/III/2001 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE). Pengujian kelaikan peralatan dapat dilimpahkan kepada pihak ketiga (Badan Hukum Indonesia) yang telah mendapatkan Sertifikat Persetujuan dari Ditjen Perhubungan Udara. Syarat dan tata cara bagi Badan Hukum Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Persetujuan sebagaimana diatur dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 93 Tahun 2001 tentang Persyaratan Badan Hukum Indonesia Sebagai Pelaksana Pengujian Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara (Ground Support Equipment/ GSE);

Peralatan penunjang pelayanan darat pesawat udara yang dioperasikan pada suatu bandara dapat diusahakan oleh pihak di luar bandara. Ijin pengusahaannya dikeluarkan oleh penyelenggara bandara.

D. PROSEDUR PENGOPERASIAN BANDAR UDARA

Setiap bandar udara yang dioperasikan, wajib memiliki sertifikat operasi bandar udara. Salah satu persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat, pada bandar udara yang melayani pesawat udara dengan kapasitas tempat duduk lebih dari 30 (tigapuluh) tempat duduk, adalah tersedianya Pertunjuk Pengoperasian Bandara/ Aerodrome (Aerodrome Manual). Aerodrome Manual disusun oleh Penyelenggara Bandara dalam format yang telah diatur di dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. 76 Tahun 2005 (CASR 139 : Aerodrome). Aerodrome Manual berisi informasi mengenai lokasi bandar udara, informasi mengenai bandar udara yang harus organisasi penyelenggara bandar udara dan prosedur pengoperasian bandar udara.

Penyelenggara wajib mengoperasikan bandar udara sesuai dengan prosedur dalam Aerodrome Manual. Segala penyimpangan terhadap Aerodrome Manual harus dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara.

Prosedur pengoperasian bandar udara yang harus dimuat dalam Aerodrome Manual, meliputi 17 (tujuh belas) prosedur dan langkah-langkah keselamatan sebagai berikut:

  1. Aerodrome reporting;
  2. Akses ke daerah pergerakan pesawat udara;
  3. Aerodrome Emergency Plan;
  4. Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran;
  5. Inspeksi terhadap daerah pergerakan pesawat udara dan obstacle limitation surface;
  6. Sistem kelistrikan dan alat bantu visual;
  7. Pemeliharaan daerah pergerakan pesawat udara;
  8. Keselamatan kerja di aerodrome;
  9. Manajemen pengoperasian apron;
  10. Manajemen keselamatan di apron;
  11. Pengawasan pergerakan kendaraan di sisi udara;
  12. Manajemen gangguan binatang liar;
  13. Pengawasan halangan;
  14. Pemindahan pesawat udara yang rusak;
  15. Penanganan bahan berbahaya;
  16. Operasi pada jarak pandang rendah;
  17. Perlindungan terhadap lokasi radar dan alat bantu navigasi yang terdapat di bandara.

E. LARANGAN DAN PEMBATASAN TERHADAP HALANGAN (OBSTACLE RESTRICTION AND LIMITATION)

Yang dimaksud dengan halangan (obstacle) adalah :

  • setiap benda yang berdiri pada atau di atas daerah larangan terdapat halangan (obstacle restriction surface), seperti runway strip, RESA, clearway atau taxiway strip;
  • setiap benda yang menembus (penetrate) kawasan keselamatan operasi penerbangan (obstacle limitation surface/ OLS).

Obstacle limitation surface (OLS untuk non-instrument runway, non precision approach runway dan precision approach runway category 1 meliputi:

  1. Conical surface;
  2. Inner horizontal surface;
  3. Approach surface;
  4. Transitional surface;
  5. Take off climb surface.

Obstacle limitation surface untuk precision approach runway category 2 dan 3 meliputi:

  1. Outer horizontal surface;
  2. Conical surface;
  3. Inner horizontal surface;
  4. Approach surface;
  5. Inner approach surface;
  6. Transitional surface;
  7. Inner transitional surface;
  8. Baulked landing surface;
  9. Take off climb surface.

Penyelenggara bandara harus menetapkan obstacle limitation surface pada aerodromenya, dan mengawasi setiap obyek yang berada pada obstacle limitation surface. Bilamana terdapat pelanggaran atau potensial pelanggaran, penyelenggara bandara harus melaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara dan melakukan koordinasi dengan instansi atau perusahaan yang terkait dengan obyek tersebut.

Obyek atau pendirian obyek baru yang berada di luar OLS dengan ketinggian 110 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dilaporkan kepada Ditjen Perhubungan Udara, dan obyek atau pendirian obyek baru di luar OLS dengan ketinggian di atas 150 meter dari permukaan tanah atau lebih harus dianggap sebagai obstacle kecuali dinyatakan sebaliknya oleh Ditjen Perhubungan Udara berdasarkan suatu assessment.

Minggu, 07 Desember 2008

PROSEDUR PENANGANAN BAGASI PENUMPANG

Secara umum, prosedur penanganan bagasi dalam dunia penerbangan sudah diatur sedemikian rupa, sehingga tercipta standarisasi yang sama antara satu airline dengan airline lainnya. Yang dimaksud dengan prosedur disini maksudnya adalah tata cara, aturan atau urutan proses pengiriman bagasi atau penerimaan bagasi dari stasiun keberangkatan hingga stasiun tujuan. Urutan tersebut dimulai dari pemeriksaan bagasi oleh security check, penimbangan bagasi dan pelabelan bagasi serta diberikan baggage claim tag lalu melakukan pembayaran apabila bagasi melebihi ketentuan, kemudian bagasi dibawa dan dimasukan ke dalam pesawat (proses loading), dan bagasi di stasiun tujuan diturunkan atau dibongkar (proses unloading) oleh petugas bagasi lalu dibawa ke bagian pengambilan bagasi, dan pada saat penumpang ingin mengambil bagasi tersebut harus menyerahkan dan mencocokan nomor dari label bagasi tersebut.

Penanganan bagasi (baggage handling) menurut Airport Handling Manual (AHM 810) tentang IATA Standard Ground Handling Agreement, Annex A Ground Handling Service, Section 4, Sub Section 4 (Ref AHM 18 Tahun 1998) adalah meliputi:
1. Baggage handling, yang menangani bagasi di baggage sorting area dan menyiapkan pengiriman/pengantaran ke dalam pesawat.
2. Menetapkan berat bagasi yang disusun.
3. Menurunkan atau mengeluarkan bagasi dari traktor/grobak/kendaraan, membongkar dan atau mengosongkan tempat bagasi, memeriksa bagasi yang datang.
4. Memisahkan bagasi transfer dan menyimpan bagasi transfer dalam suatu periode sampai waktu keberangkatan/pengiriman.
5. Menyediakan atau mengatur pengangkutan bagasi ke sorting area dari departemen yang akan menerima.
6. Menangani bagasi awak pesawat (crew baggage), sesuai dengan kesepakatan bersama.

PROSEDUR KEDATANGAN PENUMPANG

Petugas di bagian kedatangan pesawat/penumpang haruslah mengetahui jam-jam kedatangan pesawat (Estimated Time Arrival), sehingga mereka bisa mempersiapkan diri. Para petugas harus mengetahui apakah ada penumpang yang transit, yang transfer dan yang turun di kota tersebut. Penumpang yang transit akan diberi transit card. Penumpang yang transfer akan segera dibantu sehubungan dengan tempat duduk, bagasi, dsb. Bagi penumpang yang turun di kota tsb akan dibimbing ke bagian Imigrasi untuk pemeriksaan paspor dan visa, lalu ke tempat pengambilan bagasi.

Kalau urusan bagasi sudah selesai, maka para penumpang dipersilahkan menuju ke pemeriksaan Pabean (Jalur Hijau dan Jalur Merah), lalu ke luar bandara. Bila ada bagasi yang belum ketemu atau hilang atau mungkin ada yang rusak, penumpang tersebut akan diajak ke bagian Lost & Found.

PROSEDUR KEBERANGKATAN PENUMPANG

Beberapa hal yang perlu disiapkan petugas ketika check in counter dibuka:
Ø Passenger Manifest (Passenger Name List)
Ø Boarding Pass (untuk manual)
Ø Baggage Claim Tag (untuk manual)
Ø Label/tag lainnya, seperti security tag, priority tag, fragile tag, group tag, name tag, checked baggage tag, dsb.
Ø Excess baggage ticket
Ø Seat allocation untuk special seat
Ø Purser information
Ø Form Passenger Baggage Weight Sheet
Ø Form Passenger Transfer Message

Hal pertama yang dilakukan penumpang ketika tiba di bandara adalah menuju check in counter dengan membawa tiket, bagasi dan tas tentengan. Setelah memeriksa tiket, petugas check in counter akan menimbang bagasi untuk melihat apakah ada kelebihan berat atau tidak. Bila lebih, calon penumpang akan diminta membayar excess baggage, dan petugas akan memberikan excess baggage tiketsebagai bukti pembayaran kelebihan itu. Setelah proses ini selesai, ia akan memberikan boarding pass dan potongan baggage claim tag, serta mengembalikan sisa tiket (cover ticket). Dari check in counter, dimana penumpang dibantu untuk membayar airport tax dan fiscal, penumpang menuju ke pemeriksaan imigrasi, lalu ke boarding gate untuk menunggu boarding time.

PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN TUJUAN GROUND HANDLING

Kata Ground Handling mengandung pengertian yaitu suatu aktivitas perusahaan penerbangan yang berkaitan dengan penanganan atau pelayanan terhadap para penumpang berikut bagasinya, kargo, pos, peralatan pembantu pergerakan pesawat di darat dan pesawat terbang itu sendiri selama berada di Bandar udara, baik untuk keberangkatan maupun untuk kedatangan. Secara sederhana ground handling atau tata operasi darat adalah pengetahuan dan keterampilan tentang penanganan pesawat di Apron, penanganan penumpang dan bagasinya di Terminal, dan penanganan kargo dan pos di Cargo area.

Ruang lingkup dan batasan pekerjaan ground handling yaitu pada tahap Pre Flight dan Post Flight, yaitu penanganan penumpang dan pesawat selama berada di bandar udara. Secara teknis operasional, aktivitas ground handling dimulai pada saat pesawat taxi (parking stand), mesin pesawat sudah dimatikan, roda pesawat sudah diganjal, (block on), dan pintu pesawat sudah dibuka (open the door) dan para penumpang sudah dipersilakan untuk turun atau keluar dari pesawat, maka pada saat itu para staf darat sudah memiliki kewenangan untuk mengambil alih pekerjaan dari Pilot In Command (PIC) beserta crewnya. Fase ini kita menamakan Arrival Handling (pelayanan kedatangan penumpang). Sebaliknya, kegiatan atau pekerjaan orang-orang darat berakhir ketika pesawat siap-siap untuk tinggal landas, yaitu saat pintu pesawat ditutup, mesin dihidupkan dan ganjal roda pesawat sudah dilepas (block off). Tanggungjawab pada fase ini (In Flight) berada di tangan Pilot In Command beserta para awak kabinnya. Fase ini kita kenal dengan istilah Departure Handling. Obyek yang ditangani oleh ground staff pada intinya meliputi penumpang (pax), barang bawaan penumpang (baggage), barang kiriman (cargo), benda-benda pos (mail), ramp dan aircraft. Ruang lingkup atau obyek kegiatan pada intinya harus mengacu kepada aturan yang ditetapkan oleh IATA Airport Handling Manual, 810 Annex yang menetapkan sebanyak 14 section pelayanan standar atau 14 item kegiatan.

Tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh ground handling adalah sebagai berikut: flight safety, On Time Performance, Customer Satisfaction dan Reliability. Target flight safety dan OTP sangat dirasakan oleh pihak eksternal (pax) dan pihak internal (perusahaan), sementara tujuan customer satisfaction akan sangat dirasakan oleh pihak eksternal dan tujuan efisiensi pasti akan sangat dirasakan manfaatnya oleh pihak internal.